Foto: Pixabay |
Ketika kesalahan membuat manusia berhenti memandang ke masa depan dan kehilangan kesempatan brilian.
Pada
sebuah kesempatan wawancara dengan salah seorang narasumber, beliau berulang
kali mengutip perumpamaan “Karena nila setitik, rusak susu sebelanga.” Beliau mengakhirinya
dengan tawa terbahak, yang membuat saya kehilangan konteks terhadap arti
ucapannya. Benarkah kemalangan orang yang harus menanggung hukuman sosial
seumur hidupnya itu layak mendapat tertawaan yang sedemikian rupa?
Anyway…Di
siang Jakarta yang menyengat, ungkapan ini kembali terngiang di kepala bersama peribahasa
lain: “Sekali jatuh lancung ke ujian.” Pertama kali mendengarnya, dalam
pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dulu, saya sempat berpikir…Betapa tidak
pemaafnya manusia. Namun, begitulah hukum komunal berlaku. Mau tidak mau, harus
mau dan terima saja. Benarkah ini satu-satunya opsi?
Permenungan
saya berujung pada kisah pelantikan masa jabatan kedua Presiden Abraham Lincoln
di bulan Maret 1856. Bersamaan dengan upacara pengambilan sumpah jabatan, Wakil
Presiden Andrew Johnson sedang sakit demam typhoid.
Demi
meredam rasa menggigil tubuhnya, Andrew minum whiskey. Seperti larutan kecap
dan jeruk nipis yang oleh masyarakat Jawa dipercaya bisa meredakan batuk, maka di dunia barat whiskey dipercaya bisa meredakan flu dan gejala panas-dingin.
Agaknya,
karena ingin tubuhnya segera pulih, Andrew mengonsumsi tiga gelas besar whiskey.
Ini membuatnya mabuk dan bicara ngawur dalam pidato kenegaraannya yang pertama.
Sebuah kenangan sejarah yang memalukan dan sama sekali tidak membanggakan bagi
Amerika, tentunya. Bagaimana mungkin seseorang seperti Abraham Lincoln memilih
wakil presiden Amerika Serikat seperti itu?
Peristiwa
ini membuat protes mengalir deras kepada Presiden Lincoln. Dalam posisi mereka,
saya pun akan melakukan protes keras yang sama. Namun, dalam keterkejutan saya,
demikian Lincoln memberikan sikapnya:
“I
have known Andy Johnson for many years. He made a bad slip the other day, but
you need not be scared. Andy ain’t a drunkard,” ungkap Abraham Lincoln saat
itu.
Sampai
pada kejadian itu, fokus saya hanya tertuju pada ucapan Lincoln. Terutama,
pada kalimat yang mengatakan, bahwa ia telah mengenal Andrew Johnson sejak
bertahun-tahun lamanya. Penilaiannya terhadap sang wakil presiden tidak
berhenti pada waktu Andrew melakukan kesalahan fatal. Lincoln bersedia melihat
sosok Andrew secara menyeluruh. Ia memberikan kesempatan pada Andrew untuk
memperbaikinya.
“Good employees make mistakes. Great leaders
allow them to”. Ungkapan yang menjadi tajuk dari sebuah artikel bisnis di
Forbes.com ini juga ikut menggambarkan karakter Abraham Lincoln sebagai sosok pemimpin
besar di sepanjang sejarah Amerika Serikat.
Meski
di kemudian hari, setelah Lincoln dibunuh (sekitar sebulan setelah inagurasi), Andrew
Johnson, yang kala itu menggantikan posisi Lincoln sebagai presiden, kembali mengulang dan bahkan membuat banyak kesalahan lainnya dengan pidato-pidatonya yang rasis. Dalam hal ini pun kita harus paham bahwa sekali melakukan sebuah kesalahan
tidak mengapa, tapi lain halnya jika kita kembali mengulangi kesalahan yang
sama. Ketika kita mengulang kesalahan yang sama untuk kali kedua, maka kita
sudah 100 persen paham dengan konsekuensi yang harus kita hadapi.
Bagaimanapun, kesalahan menjadi cara terbaik yang membantu seseorang untuk belajar dan bertumbuh. Mengingat 10.000 kesalahan dan kegagalan Thomas Alfa Edison sebelum menemukan formula terbaik yang membawa terang lampu dalam keseharian kita, saya ingin menutup permenungan dengan mengutip ucapan Presiden ke-44 Amerika Serikat, Barack Obama.
Bagaimanapun, kesalahan menjadi cara terbaik yang membantu seseorang untuk belajar dan bertumbuh. Mengingat 10.000 kesalahan dan kegagalan Thomas Alfa Edison sebelum menemukan formula terbaik yang membawa terang lampu dalam keseharian kita, saya ingin menutup permenungan dengan mengutip ucapan Presiden ke-44 Amerika Serikat, Barack Obama.
"Making your mark on the world is hard…It takes patience, it takes commitment, and it comes with plenty of failures along the way. The real test is not whether you avoid this failure, because you won’t. It’s whether you let it harden or shame you into inaction, or whether you learn from it; whether you choose to persevere.” – Barack Obama.
Jangan
biarkan kesalahan-kesalahan atau kegagalan kita di masa lalu menghentikan
langkah kita untuk memenuhi panggilan menjadi manusia yang lebih baik di masa depan.
Jangan pula kesalahan orang lain membuat kita berhak untuk melabeli seseorang
sebagai pribadi yang gagal dan lancung ke ujian.
Dalam
kedinamisan karya-NYA yang melintasi segala akal dan pemahaman manusia, Sang
Pencipta turut bekerja dalam segala sesuatu, baik dan buruk, untuk mendatangkan
kebaikan bagi mereka yang bersedia memperbaiki diri. Allah tidak menciptakan kita sebagai manusia gagal. Patience and
perseverance, tetap bertekun dalam kesabaran, dan tatap masa depan dengan
cara pandang positif dan optimis. Selamat belajar hidup, Tuhan memberkati!