Wednesday, 2 November 2016

Lagu Dari Papa...



Pagi itu, dari balik kaca ruang ICU Rumah Sakit Katolik Panti Waluya, Malang, saya mengamati Papa yang terbaring lemas di atas ranjang. Banyak selang terpasang di tubuhnya, di tangan, di hidung, dan di pinggang. Kulit wajahnya menghitam, tapi rautnya pucat. Papa...

Dulu...kedua lengan yang kurus itu kuat menopang saya dan kakak saya, memanggul kami di bahunya yang kokoh. Dulu, lengan yang sama berubah menjadi "ular sanca" dan selalu berhasil membuat saya dan kakak saya tertawa terpingkal-pingkal oleh gelitikannya, hingga akhirnya kami berdua kecapekan dan tertidur pulas. Strategi Papa untuk membuat kami tidur siang ini lumayan berhasil.

Dulu...kedua tangan itu yang setiap Minggu kami tunggu dengan beragam olahan spesial -- ayam goreng kecap, ayam goreng mentega, bistik daging gulung isi telur, sampai karedok! Dulu, tangan-tangan itu juga yang rajin membuatkan mainan kereta, kapal, atau mobil-mobilan dari sisa kulit jeruk Bali yang tebal...Atau...suaranya yang berubah-ubah lucu sesuai karakter tokoh saat membacakan buku petualangan Tintin atau dongeng anak lainnya, sebagai penghantar tidur anak-anaknya. Koleksi cerita yang menghidupkan imajinasi anak-anak saya, dan menghantarkan saya pada kecintaan menulis.

Papa...ucapan itu meluncur dari bibir saya lirih, tercekat lemah di antara tenggorokan. Namun, bundel partikel semesta menghantarkan suara lirih saya, menembus dinding kaca ICU yang tebal itu, sehingga di saat yang sama membangunkan sosok pria yang seumur hidup kami, tidak hanya menjadi seorang ayah yang baik, tapi juga sahabat terdekat bagi anak-anaknya. Pandangan kami bertemu. Saya menguatkan diri untuk menelan bulat-bulat sedih dan air mata. Saya harus tegar untuk dia.

Jubah pasien warna telur asin itu terlihat begitu longgar di tubuh Papa yang kurus. Tangannya terasa kering dan bersisik di ujung jemari saya.Tapi kedua matanya tetap menyorotkan kehangatan, dan kasih. Papa tersenyum. Dia tahu, kesedihan saya, dia tahun kesedihannya sendiri...waktu kami mungkin tidak cukup lama...Tiba-tiba air matanya merebak di pelupuk mata, bahunya berguncang oleh tangis. Saya genggam tangannya erat. Lirih, terdengar nyanyiannya...

"Ku berserah kepada Allahku
di darat pun di laut menderu.
Tiap detik tak berhenti,
Bapa sorgawi t’rus menjagaku.

‘Ku tahu benar ‘ku dipegang erat,
di gunung tinggi dan samudera;
di taufan g’lap ‘ku didekap.
Bapa sorgawi t’rus menjagaku...

Dengan suara serak, saya ikut bernyanyi dengannya. Saya ingat, ini adalah lagu kesayangan Papa, yang selalu dinyanyikannya kepada saya lewat telepon, saat ia tahu bahwa ada masalah yang membuat saya gundah. Saya heran, meski kami terpisah jarak, saya bekerja di Jakarta dan Papa di Malang, ia selalu tahu kalau anak perempuannya ini sedang punya masalah. Tali batin spesial antara anak dan Bapak yang bekerja dengan kecepatan melebihi jaringan broadband manapun buatan manusia ini yang selalu menghubungkan kami. Silih berganti kenangan itu datang bagai putaran slide film.

Selesai menyanyi, masih dengan air mata berlinang, Papa bertanya pada saya..."Papa nggak akan jalan sendirian, kan Non?" tanya Papa, menyebut nama panggilan kesayangan saya. Matanya, berbinar penuh harap. "Tuhan akan pegang tangan Papa, kan?" tanyanya lagi. Saya mengangguk yakin, dan melihat senyum mengembang di wajahnya. "Ya, Papa tidak akan sendirian. Tuhan akan pegang tangan Papa, seperti janjiNYA" jawab saya, setengah mati berusaha mengeluarkan suara yang berhenti di kerongkongan.
 
Jumat, 12 April 2013, pukul 20:00, di Malang, Papa pulang ke Rumah Yang Baka... Tak ada lagi dering telepon, atau cerita-cerita seru darinya. Meski, di banyak kesempatan, saya masih suka lupa menghubungi nomor ponselnya, sekadar untuk bercerita. Namun, suara lembutnya saat bernyanyi masih jelas terdengar di telinga saya, mengalun di saat-saat tantangan hidup mulai menekan....

‘Ku tahu benar ‘ku dipegang erat,
di gunung tinggi dan samudera;
di taufan g’lap ‘ku didekap.
Bapa sorgawi t’rus menjagaku...


Jakarta.Office.02112016.14:34
I miss you Dad...Always!

Monday, 8 August 2016

MONOLOGUE




Ada harap yang tak terbaca kata-kata
Sembunyi di balik bara mata
Tersekam dalam sekat jiwa

Dengarkah hatimu?
Teriakku...
Memantul di ruang hampa

Ini bukan soal logika
Ini rasa
Tak butuh persamaan matematika
Atau retorika

Dengarkah hatimu?
Bisikku...
Meregang asa 


@Office.8.8.2016.16:47





Saturday, 2 April 2016

Mengingat Manusia Debu


Duduk diam dalam permenungan, tiba-tiba kesadaran membawa saya pada satu kisah kasih sempurna yang mengawal segala abad, dari mulanya hingga kekekalan.

Kisah ketika Allah, dengan hati yang hancur menjalin pakaian dari kulit binatang untuk Adam dan Hawa. Sebab, ciptaan yang paling dikasihiNYA itu malu. Mereka tahu, bahwa diri mereka telanjang -- kesadaran pertama sejak mereka mengecap dosa yang mula-mula.

Tak terhitung betapa banyak dosa yang telah dibuat manusia dan keturunannya sejak saat itu. Tapi Ia, Sang Kasih itu, tidak dan tak akan pernah berubah. Dengan tangan kananNYA yang kuat, ditopangNYA manusia debu, hingga tak sampai jatuh tergeletak, dan terserak didalam kefanaannya.

Dalam pertobatan dan tinggal diam, sang manusia debu dipulihkan. Dalam tinggal tenang dan percaya kepadaNYA, si manusia debu mendapatkan kekuatan baru. Mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah.

Tuesday, 8 March 2016




No words, My tears won't make any room for more,
And it don't hurt like anything I've ever felt before,
this is no broken heart,
No familiar scars,
This territory goes uncharted...

Just me, in a room sunk down in a house in a town, and I
Don't breathe, no I never meant to let it get away from me
Now, I've too much to hold, everybody has to get their hands on gold,
And I want uncharted.
Stuck under the ceiling I made, I can't help but feeling...

I'm going down,
Follow if you want, I won't just hang around,
Like you'll show me where to go,
I'm already out of foolproof ideas, so don't ask me how
To get started, it's all uncharted...

La la la-a-a-a.
Oh-h-h.

Each day, countin' up the minutes, till I get alone, 'cause I can't stay
In the middle of it all, it's nobody's fault, but I'm
So low, never knew how much I didn't know,
Oh, everything is uncharted.
I know I'm getting nowhere, when I only sit and stare like...

I'm going down,
Follow if you want, I won't just hang around,
Like you'll show me where to go,
I'm already out of foolproof ideas, so don't ask me how
To get started, it's all uncharted.

Jump start my kaleidoscope heart,
Love to watch the colors fade,
They may not make sense,
But they sure as hell made me.

I won't go as a passenger, no
Waiting for the road to be laid
Though I may be going down,
I'm taking flame over burning out

Compare where you are to where you want to be, and you'll get nowhere

I'm going down,
Follow if you want, I won't just hang around,
Like you'll show me where to go,
I'm already out of foolproof ideas, so don't ask me how
To get started.
Oh-h
I'm going down,
Follow if you want, I won't just hang around,
Like you'll show me where to go,
I'm already out, foolproof idea, so don't ask me how
To get started, it's all uncharted...
 












BRAVE

You can be amazing
You can turn a phrase into a weapon or a drug
You can be the outcast
Or be the backlash of somebody's lack of love
Or you can start speaking up

Nothing's gonna hurt you the way that words do
When they settle 'neath your skin
Kept on the inside and no sunlight
Sometimes a shadow wins
But I wonder what would happen if you

Say what you wanna say
And let the words fall out
Honestly I wanna see you be brave
With what you want to say
And let the words fall out
Honestly I wanna see you be brave

I just wanna see you
I just wanna see you
I just wanna see you
I wanna see you be brave

Everybody's been there,
Everybody's been stared down by the enemy
Fallen for the fear
And done some disappearing,
Bow down to the mighty
Don't run, just stop holding your tongue

Maybe there's a way out of the cage where you live
Maybe one of these days you can let the light in
Show me how big your brave is

Say what you wanna say
And let the words fall out
Honestly I wanna see you be brave
With what you want to say
And let the words fall out
Honestly I wanna see you be brave

And since your history of silence
Won't do you any good,
Did you think it would?
Let your words be anything but empty
Why don't you tell them the truth?

Say what you wanna say
And let the words fall out
Honestly I wanna see you be brave
With what you want to say
And let the words fall out
Honestly I wanna see you be brave

I just wanna see you
I just wanna see you
I just wanna see you
I wanna see you be brave!!!




Saturday, 9 January 2016

I Scream for Ice Cream




The last time I saw this ice cream was in my elementary school. So, it's quite a surprise to see it again, way here in Jakarta, as it is made in Surabaya, East Java.They have maintained the pure and fresh flavour that it brings up all the good old memories with my dad...some 30+ years ago, in a little town called Mojokerto, where I was born.

The ice cream was sold at the only place in town where you could seat and enjoy your ice cream properly. My dad used to take me there for an ice cream date. The cafe was actually a small terrace of a house by the street with only a few tables and chairs.

We would nible our ice creams while engaged in a daughter-father conversation, kinda girl talks (yes I have my first experience of a proper girl talk with him!). I would tell my Dad everything, from the killer teacher, annoying chick friends, to the most handsome boy at school I had a huge crush on...and he used to tell me how to make that guy noticed me, that I had existed in his universe hahaha...My dad is the best love & life adviser, awww....I miss him loads!

Belajar Dari Jagung

Kisah ini saya tulis sebagai kenangan sekaligus ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada kakak saya, Teguh dan istrinya Caec...