Wednesday, 12 February 2020

Menabur Pertanyaan Menuai Jawaban: Sebuah Refleksi Pembelajaran


<a href="https://www.freepik.com/free-photos-vectors/background">Background photo created by freepik - www.freepik.com</a>
Jadilah tanah yang subur untuk ditanami


Sebagai mahasiswi teologia dengan latar belakang pendidikan pertanian, saya selalu tertarik dengan berbagai perumpamaan yang dipakai Yesus untuk mengajar orang banyak dan murid-murid-Nya. Salah satunya yang cukup terkenal dan berkesan bagi saya adalah perumpamaan penabur.

Rasanya menyenangkan, membayangkan saya ikut duduk di tepi Danau Galilea, bersama orang banyak dan para murid, mendengarkan Yesus mengajar dari atas perahu yang ditambatkan di situ. Aliran angin sejuk dari danau seketika meredakan sengatan Matahari dan menghapus kepenatan. Dilatari suara riak ombak dan kicau burung, Yesus pun mulai mengajar:

"Dengarlah! Adalah seorang penabur keluar untuk menabur.

Pada waktu ia menabur sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan, lalu datanglah burung dan memakannya sampai habis.

Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, yang tidak banyak tanahnya, lalu benih itupun segera tumbuh, karena tanahnya tipis.

Tetapi sesudah matahari terbit, layulah ia dan menjadi kering karena tidak berakar.

Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, lalu makin besarlah semak itu dan menghimpitnya sampai mati, sehingga ia tidak berbuah.

Dan sebagian jatuh di tanah yang baik, ia tumbuh dengan suburnya dan berbuah, hasilnya ada yang tiga puluh kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang seratus kali lipat."

Dan kata-Nya: "Siapa mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!"

Seperti umumnya perkuliahan atau pembelajaran di kelas, keaktifan murid bertanya menjadi salah satu ukuran sejauh mana seseorang ingin belajar. Jelas, bahwa Yesus tengah mengajar mereka dengan menggunakan metode perumpamaan, yang bisa ditafsirkan secara beragam sesuai dengan konteks kehidupan pribadi lepas pribadi. Mereka yang cukup puas dengan hasil permenungan pribadi ini akan pulang tanpa merasa perlu untuk bertanya lebih dalam. Mereka yang tidak paham dan tidak mau ambil pusing pun akan segera beranjak pergi. Namun, sebagian lainnya yang ingin belajar lebih dalam, tetap tinggal. Terhitung di antara kelompok yang terakhir ini adalah murid-murid Yesus. “Guru, apa arti perumpamaan itu?”

Saya yakin, selama mendengarkan Yesus mengajar, para murid melakukan usaha interpretasi, melihat hubungan di antara komponen-komponen dari perumpamaan yang disampaikan Sang Guru. Mereka bisa melihat hubungan antara benih dengan kondisi tanah, benih dengan unsur pengganggu, seperti burung dan semak berduri, dan bagaimana semua relasi antar komponen itu memberikan hasil yang berbeda. Hanya saja, mereka kesulitan untuk mengaitkan semua komponen tadi dan menarik kesimpulan yang berlaku dalam kontekstual kehidupan.

Awalnya, saya heran, mengapa Yesus harus menunggu para murid untuk bertanya? Mengapa tidak dari awal saja Ia menjabarkan arti dari perumpamaan tersebut? Dalam refleksi inilah saya belajar bahwa ada kalanya seorang guru memberikan ruang bebas untuk menguji kesungguhan seorang murid untuk berusaha menggali pengetahuan dan pemahaman lebih dalam lagi.

Di momen refleksi inilah saya teringat pada pernyataan Yesus di injil Matius 7:7-8 – “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan.”

Pencarian para murid terhadap arti di balik perumpamaan yang diajarkan oleh Yesus itu membuahkan pemahaman yang benar, komprehensif, mencerahkan, dan mengubahkan.

Pemahaman yang benar – sebab dengan bertanya, mereka mengetahui bahwa penabur dalam perumpamaan tersebut sedang menaburkan benih yang adalah firman.

Komprehensif – sebab Yesus kemudian menjelaskan setiap perumpamaan dengan gamblang dan mendalam, bahwa orang-orang yang di pinggir jalan, tempat firman itu ditaburkan, ialah mereka yang mendengar firman, lalu datanglah Iblis dan mengambil firman yang baru ditaburkan di dalam mereka.

Demikian juga yang ditaburkan di tanah yang berbatu-batu, ialah orang-orang yang mendengar firman itu dan segera menerimanya dengan gembira, tetapi mereka tidak berakar dan tahan sebentar saja. Apabila kemudian datang penindasan atau penganiayaan karena firman itu, mereka segera murtad.

Dan yang lain ialah yang ditaburkan di tengah semak duri, itulah yang mendengar firman itu, lalu kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan dan keinginan-keinginan akan hal yang lain masuklah menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah.

Dan akhirnya yang ditaburkan di tanah yang baik, ialah orang yang mendengar dan menyambut firman itu lalu berbuah, ada yang tiga puluh kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, dan ada yang seratus kali lipat.

Mencerahkan – sebab, penjelasan Yesus yang komprehensif ini membukakan wawasan baru kepada murid-murid-Nya tentang bagaimana natur indvidu dalam meresponi firman, dan konsekuensinya dari masing-masing respons tersebut.

Mengubahkan – Saya yakin, para murid dan setiap orang yang mendengar dan mengkontemplasikan pengajaran Yesus ini terpanggil untuk mengambil sikap hidup atau respons yang benar, yaitu menjadi bagian dari benih yang ditabur di tanah yang subur dan membuahkan hasil panenan yang berlipat ganda.

Kembali kepada kehidupan sehari-hari, saya percaya bahwa segala sesuatu yang diizinkan Tuhan mampir dalam kehidupan kita sejatinya merupakan materi pembelajaran hidup. Saya membayangkan Tuhan dengan cermat dan teliti merancang sebuah kurikulum pembelajaran bagi setiap anak-Nya, masing-masing sesuai dengan keunikan karakter dan kesanggupan mereka.

Dalam pertimbangan hikmat-Nya, setiap materi pembelajaran hidup tersebut telah melalui proses seleksi ketat dan terukur, pas dengan takaran Anda dan saya. Alih-alih berhenti pada pertanyaan menggugat "Why God, why?", kita mulai belajar untuk bertanya, "What do you want me to learn, God?" Pertanyaannya lagi adalah, "Maukah kita belajar?" 

No comments:

Post a Comment

Belajar Dari Jagung

Kisah ini saya tulis sebagai kenangan sekaligus ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada kakak saya, Teguh dan istrinya Caec...