Menyapa Gajah Di Minneriya National Park, Srilanka |
“Kalian
berkunjung di bulan yang pas. Cuaca Juli yang hangat membuat para hewan keluar
dari hutan untuk berkumpul di sekitar danau atau sungai,” jelas Kahn,
pemandu dari Minneriya. Dari bak jeep tempat kami berdiri, saya bisa bebas
mengarahkan pandang ke segala penjuru. Setelah bermenit-menit menunggu,
akhirnya kamera saya berhasil menangkap burung merak cantik berleher biru
dengan jambul kelabu dan sayap bermotif zebra. Cantik sekali!
Tetapi
pengalaman paling menyenangkan adalah ketika kami tiba di tanah lapang tempat
kawanan gajah merumput. “Yang berukuran paling besar dan cenderung menyendiri
itu adalah sang pejantan. Sementara para betina akan selalu bergerombol,” ujar
Kahn menerangkan cara mereka membedakan gajah jantan dan betina. Saking
penasaran, kami meminta sopir jeep untuk mendekatkan mobil ke salah satu gajah
jantan berukuran raksasa.
Namun
hasrat petualangan kami berubah menjadi kengerian ketika tiba-tiba si gajah
yang merasa terancam mendatangi jeep. Alih-alih mempercepat kendaraan, sopir
justru menghentikannya. Jantung saya berdegub dua kali lebih kencang. Menurut
Kahn, menghentikan mobil, dan tetap diam di dalamnya adalah langkah paling
aman. “Kalau mobil melaju lebih cepat, bisa-bisa kita malah dikejar,”
tambahnya, melihat wajah saya yang pucat pasi.
Besi
pejal berdiameter 10 cm saja bisa dibengkokkan dengan mudah, apalagi kami!
Bukti ini kami lihat saat beristirahat sejenak di menara pengintaian yang ada
di dalam hutan. Benar saja, setelah mobil berhenti, perlahan si gajah
membelokkan badan. Saking takutnya saya masih menahan nafas, sebelum akhirnya
yakin bahwa makhluk yang bagai bongkahan batu kali raksasa berjalan itu
benar-benar pergi.
Rasa
trauma saya ini berubah menjadi gemas saat menyaksikan ulah lucu para gajah
penghuni panti asuhan Pinnawela (88,5 kilometer dari Colombo) yang sedang mandi
di sungai. Mereka adalah gajah yatim piatu yang dipungut dari jalanan. Ya, di
Sri Lanka, keberadaan gajah liar bisa kita temukan di padang belukar yang ada
di sepanjang jalan. Dari teras terbuka restoran yang menghadap langsung ke
sungai, kami bisa menyaksikan kebandelan si anak-anak gajah ini.
Salah
satunya, yang paling tengil adalah si Elphie (julukan saya padanya). Gajah
kecil ini malas menggosok badan seperti gajah lainnya. Sebagai gantinya, ia
justru menenggelamkan badan gemuknya ke sungai, berenang, dan mendekam di
tempat yang sama selama bermenit-menit. Gajah nakal ini bahkan menyemburkan air
ke arah sang pawang yang tak berhenti meneriakinya dari tepi sungai. Dasar
gajah ngeyel! Ulahnya bikin saya tertawa.
Elphie, si bocah nakal |
Bersambung ke..."Mengintip Gigi Sang Budha"
No comments:
Post a Comment