Tuesday, 19 March 2013

Mencicip Sisi Liar Srilanka



Menyapa Gajah Di Minneriya National Park, Srilanka
Bersafari dengan mobil jeep berkap terbuka sambil mencicipi alam liar Sri Lanka menjadi salah satu acara favorit kami. Makanya, kami senang sekali ketika dalam perjalanan pulang ke Habarana, mobil kami berbelok ke lokasi wisata Minneriya National Park. Taman nasional seluas 8889 hektar ini menjadi surga bagi 300-an gajah dan kerbau liar, 25 jenis hewan reptil, 160 spesies burung, dan 78 varietas kupu-kupu, dan ratusan monyet. 

“Kalian berkunjung di bulan yang pas. Cuaca Juli yang hangat membuat para hewan keluar dari hutan untuk berkumpul di sekitar danau atau sungai,” jelas Kahn, pemandu dari Minneriya. Dari bak jeep tempat kami berdiri, saya bisa bebas mengarahkan pandang ke segala penjuru. Setelah bermenit-menit menunggu, akhirnya kamera saya berhasil menangkap burung merak cantik berleher biru dengan jambul kelabu dan sayap bermotif zebra. Cantik sekali!

Tetapi pengalaman paling menyenangkan adalah ketika kami tiba di tanah lapang tempat kawanan gajah merumput. “Yang berukuran paling besar dan cenderung menyendiri itu adalah sang pejantan. Sementara para betina akan selalu bergerombol,” ujar Kahn menerangkan cara mereka membedakan gajah jantan dan betina. Saking penasaran, kami meminta sopir jeep untuk mendekatkan mobil ke salah satu gajah jantan berukuran raksasa. 

Namun hasrat petualangan kami berubah menjadi kengerian ketika tiba-tiba si gajah yang merasa terancam mendatangi jeep. Alih-alih mempercepat kendaraan, sopir justru menghentikannya. Jantung saya berdegub dua kali lebih kencang. Menurut Kahn, menghentikan mobil, dan tetap diam di dalamnya adalah langkah paling aman. “Kalau mobil melaju lebih cepat, bisa-bisa kita malah dikejar,” tambahnya, melihat wajah saya yang pucat pasi. 

Besi pejal berdiameter 10 cm saja bisa dibengkokkan dengan mudah, apalagi kami! Bukti ini kami lihat saat beristirahat sejenak di menara pengintaian yang ada di dalam hutan. Benar saja, setelah mobil berhenti, perlahan si gajah membelokkan badan. Saking takutnya saya masih menahan nafas, sebelum akhirnya yakin bahwa makhluk yang bagai bongkahan batu kali raksasa berjalan itu benar-benar pergi. 

Gajah yatim piatu di Pinnawela menyeberang untuk mandi di kali

Rasa trauma saya ini berubah menjadi gemas saat menyaksikan ulah lucu para gajah penghuni panti asuhan Pinnawela (88,5 kilometer dari Colombo) yang sedang mandi di sungai. Mereka adalah gajah yatim piatu yang dipungut dari jalanan. Ya, di Sri Lanka, keberadaan gajah liar bisa kita temukan di padang belukar yang ada di sepanjang jalan. Dari teras terbuka restoran yang menghadap langsung ke sungai, kami bisa menyaksikan kebandelan si anak-anak gajah ini. 

Salah satunya, yang paling tengil adalah si Elphie (julukan saya padanya). Gajah kecil ini malas menggosok badan seperti gajah lainnya. Sebagai gantinya, ia justru menenggelamkan badan gemuknya ke sungai, berenang, dan mendekam di tempat yang sama selama bermenit-menit. Gajah nakal ini bahkan menyemburkan air ke arah sang pawang yang tak berhenti meneriakinya dari tepi sungai. Dasar gajah ngeyel! Ulahnya bikin saya tertawa.

Elphie, si bocah nakal
Sayang sekali dalam lima hari kunjungan di Sri Lanka kami tidak bisa mengunjungi hutan hujan Sinharaja, salah satu dari tujuh World Herritage UNESCO yang dimiliki Sri Lanka. Hutan yang berlokasi, di bagian barat daya Sri Lanka. Namun kekecewaan saya sedikit terobati saat kami menikmati kesejukan kanopi pepohonan berusia ratusan tahun di Royal Botanical Garden Paradeniya. Kebun raya seluas 59,5 hektar yang dibuat pada tahun 1374 ini dulunya menjadi tujuan plesiran para raja di daerah Gampola dan Kandy.  

Bersambung ke..."Mengintip Gigi Sang Budha"

No comments:

Post a Comment

Belajar Dari Jagung

Kisah ini saya tulis sebagai kenangan sekaligus ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada kakak saya, Teguh dan istrinya Caec...